PTPN7 Tulungbuyut--- Pabrik Pengolahan Karet (PPK) Unit Tulungbuyut merupakan banguna dengan konstruksi batu bata merah setinggi 12 meter dan panjang 40 meter itu menjadi artefak tanpa aksara tentang usia pabrik ini. Namun, satu unit ban bekas traktor yang diletakkan di salah satu sudut halaman berusaha menegaskan ketuaannya dengan tulisan "Ribbed Smoked Sheet Factory - Unit Tulungbuyut - 1930"
Pabrik yang dipangku kebun karet seluas 5.611 hektare di Desa Kalipapan, Kecamatan Negeri Agung Kabupaten Way Kanan ini dibangun di masa pemerintahan Hindia Belanda pada 1930 PT. Internatio Belanda sebagai pelaksana pembangunanya. Kemudian pada tahun 1957 diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dalam rangka Nasionalisasi dengan budidaya tanaman karet dan hasil olah karet Konvensional berupa RSS (Ribbed Smoked Sheet). Tanggal 10 Desember 1957, terjadi perubahan status dari Perusahaan Negara (PN) menjadi perusahaan Terbatas (PT) Perkebunan X (Persero) tanggal 30 Agustus 1980. Dengan dibangunnya pabrik CRF, maka mulai tahun 1989 sudah dapat diproduksi karet remah (SIR) selain produksi RSS yang telah ada, Sehingga dengan adanya Restrukturisasi PT. Perkebunan pada tanggal 11 Maret 1996 deengan Akte Notaris Harun Kamil, S.H No.40 berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara VII.
Aset yang kemudian dikelola oleh PTPN VII ini tak lekang oleh waktu. Bahkan, performanya mengolah getah menjadi bahan baku industri berbasis karet ini masih meraih predikat Pabrik Karet Berkinerja Terbaik I Semester I/2021 se PTPN Holding.
“Alhamdilillah, meskipun pabrik tua, kami
masih bisa memaksimalkan produksi sehingga mendapat apresiasi dari Holding
(PTPN Grup) sebagai Pabrik Karet BerkinerjaTerbaik Semester I/2021. Ini adalah hasil kerja keras teman-teman
secara keseluruhan. Terima kasih atas kerja kerasnya dan ini harus kita
pertahankan,” kata Agus Faroni, Manajer PTPN VII Unit Tulungbuyut saat ditemui
di kantornya, Sabtu (4/8/21).
Pabrik yang dibangun 91
tahun yang lalu ini relatif masih asli. Pada 1990, pabrik ini dilakukan
penambahan 24 kamar asap dengan kapasitas 450 kg. Penanda renovasi ini
dituangkan pada satu prasasti di depan pabrik unit baru yang ditanda tangani
Wakil Gubernur Lampung Subke Elyas Harun pada 12 Juli 1990. Saat itu, PTPN VII
masih bernama PTP X dengan simbol sebatang pohon dengan empat daun berlatar
kuning.
Tentang kinerja terbaiknya
sehingga menyabet gelar juara, Agus Faroni yang didampingi beberapa asistennya
mengaku butuh kerja serius untuk menjalankan seluruh proses sesuai dengan
kapasitasnya. Ia mengatakan, meskipun yang mendapat penghargaan kinerja terbaik adalah unit pabrik, tetapi
sejatinya apresiasi ini adalah karya bersama.
Mengutip statemen Direktur
Utama PTPN VII Ryanto Wisnuardhy tentang kesaktian Keris Empu Gandring, Agus
percaya bahwa kehebatan sesuatu dimulai dari bahan baku terbaik, proses sempurna, dan dikerjakan oleh ahlinya. Demikian
juga dengan keberhasilan PPK Unit Tulungbuyut, kata Agus, didukung bahan baku
getah terbaik, dioleh dengan
pabrik yang standar, dan dikerjakan oleh tenaga kerja yang terampil dan ikhlas.
“Pabrik kami nggak mungkin
bisa berproduksi dengan kapasitas tinggi dan kualitas yang baik kalau bahan
bakunya tidak baik. Artinya, ini memang hasil kerja bersama. Perawatan kebun
bagus akan menumbuhkan batang yang bagus sehingga menghasilkan getah yang bagus
sebagai bahan baku. Terus diolah menghasilkan karet kualitas bagus sehingga
dapat harga bagus juga di pasar,” kata mantan Sekretaris Perusahaan PTPN VII
ini.
Tim penilai kinerja dari
PTPN Holding yang kemudian memberi ponten terbaik kepada Pabrik Karet Tulungbuyut ini tidak semata mengacu
kepada produktivitas. Dari tampak luarnya, pabrik yang juga membeli bahan baku
karet petani sekitar itu juga dipoles sedemikian rupa. Komplek perkantoran,
pabrik, perumahan, dan taman ditata dengan menjaga kebersihan, kerapihan,
pemasangan merek dengan huruf akrilik, dan ruang terbuka yang terlihat asri.
Memulai dari penampilan
luar, Agus Faroni berkeyakinan akan membangun rasa nyaman kepada seluruh
manusia yang beraktivitas dan berinteraksi dengan PTPN VII Unit Tulungbuyut.
Jika sudah merasa nyaman, tambah dia, akan terbangun optimistis kepada setiap
orang, percaya diri, bangga, ceria, dan dinamis untuk mengerjakan setiap tugas.
“Untuk membangun suasana
nyaman bekerja, kita harus ciptakan lingkungan yang nyaman juga. Nanti kan akan
timbul rasa cinta kepada pekerjaan dan sesama. Nah, itu dibutuhkan kepedulian,
respek, dan kerjasaman yang solid. Ini kami bangun bersama selama setahun
terakhir. Dan alhamdulillah bisa tercipta suasan kerja yang nyaman,” kata Agus
yang sebelumnya menjabat Kabag SPI di Kantor Direksi PTPN VII.
Beberapa poin penting
dilakukan Agus bersama tim yang solid. Dari hilir, ia mempersyaratkan bahan
baku berupa lateks dan karet remah (beku) dengan kualitas terbaik, tanpa kontaminan, dan
treatmen yang tepat. Aspek ini membutuhkan pembinaan dan pengawasan yang ketat
oleh para mandor dan asisten tanaman yang bergelut di kebun (on farm).
Bersamaan dengan penjagaan
kualitas, penambahan kuantitas atau jumlah produksi getah juga terus
ditingkatkan. Hal ini dilakukan selain agar kapasitas terpasang pada pabrik
yang mengolahnya tercukupi dan terhindar dari idle capacity, juga agar
produktivitas secara keseluruhan bisa ditingkatkan.
“Pabrik kita mengolah
lateks untuk menghasilkan karet kualitas tinggi atau high grade berupa RSS
(ribbed smoked sheet), SIR-20 (Standard Indonesian Rubber) low grade yang
berbahan baku karet beku. Jadi, selain mengejar jumlah produksi, kami harus
pastikan lateks dan crumb rubber, juga bokar tanpa kontaminan. Ini sangat kami
jaga jangan sampai lolos,” kata manajer yang pernah menjadi General Manager
Distrik Bengkulu itu.
Aspek kedua, menurut Agus
adalah memastikan performa pabrik sesuai dengan kapasitas terpasang, bahkan
lebih. Dia mengakui, teknologi pengolahan karet menjadi bahan baku industri
tidak serumit teknologi tinggi lain dan lebih banyak yang manual mekanis
konvensional. Hal itu juga yang menguatkan bahwa serangkaian elemen pabrik yang
dibangun Zaman Belanda masih berfungsi dengan baik.
Ia mencontohkan, tungku
pengasapan dengan bahan bakar kayu yang dibangun 1930 masih difungsikan dengan
baik. Dengan teknik sederhana, oven ini menghasilkan lembar-lembar karet
kualitas ekspor yang sangat diminati pasar dunia.
“Meskipun kami masih pakai
teknologi lama, produk karet kami diburu buyer dari Mancanegara. Beberapa tahun
lalu muncul karet sintetik, tetapi sekarang para kembali pakai karet alam.
Bukannya sombong, karet kami ini dibeli pabrikan brand terkenal yang memproduksi
ban pesawat terbang, ban mobil balap, dan brand kelas dunia lainnya,” tambah
pria tinggi besar ini.
Dan aspek ketiga, menurut
Agus, adalah membangun tim yang mempunya visi yang kuat. Agus memberi catatan
khusus kepada aspek ini karena manyangkut soft skill atau kepiawaian yang
bersifat individualis-subjektif.
“Saya sangat apresiasi
kepada teman-teman, dari penyadap, tenaga olah, Satpam, dan semua yang telah
bekerja dengan visi sama dan kuat. Ini modal utama untuk bisa melangkah lebih
jauh. Kami membentuk tim pengawalan produksi dan tim pengendalian mutu agar
semua standar bisa terjaga. Rasa kebersamaan sudah terbentuk dan tinggal
mempertahankan,” kata dia.
Dengan semangat
kebersamaan, produktivitas penggalian bahan baku telah menunjukkan
progresivitas yang menjanjikan. Demikian juga dengan kinerja off farm atau
pabrik, dari kapasitas terpasang pengolahan RSS yang 3 ton per hari, dapat
dicapai 3,3 ton per hari tanpa tambahan jam kerja. Demikian juga untuk
kapasitas pabrik SIR, dari kapasitas 40 ton per hari bisa digeber sampai 50 ton
per hari.
“Semangat semua teman-teman
di Unit Tulungbuyut sudah pulih dengan telah terpenuhinya hak-hak normatif
karyawan. Juga suasana kerja yang cukup nyaman. Kami yakin, ke depan bisa lebih
baik lagi di semua aspek,” kata Agus Faroni menutup percakapan. (HUMAS PTPN
VII)
No comments:
Post a Comment