WAYKANAN---Dua
tahun berturut-turut (2020 dan 2021), Pabrik Karet PTPN VII Unit Tulungbuyut
meraih predikat terbaik se PTPN Grup. Pabrik pengolahan karet jenis SIR-20 dan
RSS dengan kapasitas 40 ton per hari itu melampaui kinerja pabrik-pabrik
sejenis di 10 PTPN yang ada di Indonesia.
Membeberkan kiat
menggapai kinerja terbaiknya, Manajer PTPN VII Unit Tulungbuyut Ilfendri
menyatakan, secara umum proses dan prosedur yang dilakukan sama dengan pabrik
lain di PTPN Grup. Manajer yang baru bertugas beberapa bulan dari Unit
Padangratu itu memperkirakan, pabrik yang dikelolanya mendapat nilai tertinggi
karena berhasil meminimalisasi stagnasi.
“Kalau secara
umum, semua proses dan prosedur pabrik karet di seluruh PTPN sama. Yang
membedakan mungkin cara treatment oleh masing-masing personel. Mungkin yang
dianggap nilai plus kami adalah hampir tidak ada stagnasi atau berhenti giling.
Dan kunci dari kelancaran proses ada di intensifnya maintenance,” kata
Ilfendri.
Didampingi Masinis
Kepala (Maskep) Teknik dan Pengolahan Anton Purwanto, Ilfendri mengaku mendapat
dukungan penuh dari tim teknik dalam menyusun strategi. Ilfendri mengakui, dia
meneruskan strategi yang telah diletakkan dengan baik oleh manajer sebelumnya,
yakni Agus Faroni yang saat ini memimpin Unit Rejosari-Pematangkiwah.
“Saya masuk ke
sini baru beberapa bulan. Sebelumnya Pak Agus Faroni yang jadi manajer. Beliau
telah membangun sistem dengan baik. Artinya, jika sistem yang baik itu sudah
berjalan, maka siapapun yang menjalankan, asal konsisten, akan terus
menghasilkan kinerja yang baik juga,” kata dia.
Melengkapi
keterangan manajer, Maskep Anton Purwanto mengatakan, pihaknya memberi
perhatian khusus kepada urusan perawatan mesin dan semua instrumennya.
Maintenance, kata dia, menjad kunci kelancaran proses produksi di Pabrik Karet
PTPN VII Unit Tulungbuyut.
Anton menyebutkan,
dari tiga shif kerja karyawan, pihaknya menempatkan karyawan bagian teknik
maintenance di sesi terakhir setiap hari. Dari proses olah yang dimulai pukul
4.00 pagi untuk shif satu, pabrik baru akan berhenti mengolah sekitar pukul
19.00.
“Setelah pekerja
pengolahan shif kedua selesai sekitar jam tujuh malam, anak-anak bagian
maintenance masuk. Mereka akan mengecek seluruh bagian mesin dan perangkat
pendukungnya, termasuk instrumen yang ada di luar pabrik. Jadi, bagian
maintenance itu akan selalu di shif ketiga atau terakhir,” kata dia.
Meskipun selalu
kebagian di shif yang waktunya malam hari, seluruh tim di Unit Tulungbuyut
sudah tidak ada lagi yang merasa dirugikan. Hal itu, menurut Anton, karena
seluruh karyawan yang terlibat di pabrik sudah diberi penjelasan dan pengertian
sehingga kompak.
“Kami bekerja
bukan sekadar kerja, tetapi juga membangun rasa tanggungjawab untuk mencapai
tujuan. Logika yang kami tanamkan begini. Mesin dan alat kerja harus sehat dan
siap sebelum pekerja datang. Jangan sampai kita dandan di tengah proses
produksi. Maka, maintenance bertugas menyiapkan seluruh perangkat pabrik sampai
benar-benar sehat dan siap dioperasikan,” kata dia.
Untuk membangun
rasa saling percaya dan saling bertanggungjawab itu, Anton mengaku tidak mudah.
Secara perlahan, kata dia, semua elemen dan bagian diajak berdiskusi langsung
di lapangan untuk menemukan siklus dan formula terbaik agar proses produksi
tidak terganggu. Kerugian akibat erusakan mesin atau alat tertentu yang terjadi
pada saat proses produksi, kata dia, sangat besar dan meluas. Selain rugi pada
jumlah produksi, waktu yang terbuang, perbaikan yang tidak maksimal, hingga
semangat kerja atau perasaan yang terganggu.
“Kalau ada mesin
mogok saat produksi, itu imbasnya panjang. Pekerjanya kagol (terganggu),
produksinya sedikit, perbaikannya buru-buru, dan moodnya pasti hilang. Makanya
saya harus pastikan, setiap habis proses produksi, maintenance masuk sampai
selesai. Kalau ketemu yang rusak atau harus diganti, kadang bisa sampai hampir
subuh. Pokokny harus selesai sebelum orang produksi mulai kerja,” kata dia.
Produktivitas
Pabrik Karet Unit
Tulungbuyut berhasil menjadi kampiun se Holding Perkebunan Nusantara juga
karena produktivitasnya dinilai sangat baik. Meski belum didukung produksi
getah dari kebun sendiri yang sedang mengalami perlambatan produksi akibat
virus pestalotiopsis, pabrik ini mendapat pasokan bahan baku dari pembelian
pihak ketiga. Setiap hari, puluhan truk pengangkut bokar (bahan olahan karet)
mengantre di depan pabrik yang berada di Desa Kalipapan, Tulungbuyut, Waykanan
ini.
Dengan pasokan
bokar yang melimpah, pabrik ini bisa mengolah lebih banyak dari kapasitas
terpasang. Tim bagian teknik dan pengolahan sampai harus mengatur dan
menetapkan standar serta ambang toleransi olah yang tepat dan tidak melanggar
aturan.
“Secara teknis,
kapasitas terpasang kami memang 40 tom per hari. Tetapi, masih ada toleransi
untuk menaikkan dari kapasitas terpasang yang tidak mengganggu teknis maupun
peraturan tenaga kerja, misalnya. Teknologinya kan juga tidak terlalu rumit.
Jadi, masih dalam ambang aman,” kata Anton.
Ia menyebutkan,
ketika produksi getah sedang musim naik, pabriknya bisa sampai mengolah lebih
dari 45 ton per hari. Bahkan, beberapa kali, kata Anton, pihaknya mengolah
sampai 52 ton per hari. Semua berjalan sesuai prosedur dan hasilnya juga tetap
memenuhi standar kualitas yang direkomendasi.
“Kami pernah
beberapa kali sampai mengolah 52 ton per hari. Mesin dan alat produksi tidak
masalah karena maintenance yang rigid. Kalau dari sisi tenaga kerja, justru
karyawan senang karena dapat premi tambahan lebih banyak. Sebab, kelebihan jam
kerja bagi karyawan tetap dan rupiah per kilo bagi karyawan borong nilainya
lumayanb besar,” kata dia.
Dalam konteks
kinerja secara keseluruhan, Anton mengakui dukungan Board of Management (BoD)
PTPN VI dan PTPN Holding yang memberi kepercayaan untuk pembelian bahan baku
pihak ketiga menjadi salah satu penyemangat. Sejak mendapat mandat untuk
membeli bokar dari rakyat dengan dana siaga yang memungkinkan pembayaran tepat
waktu, pabrik Unit Tulungbuyut berjalan lancar.
“Sejak Kandir (BoD
PTPN VII) dan Holding ngasih modal pembelian, alhamdulillah kami produksi
lancar jaya...hehehe. Kami juga lebih dipercaya pemasok maupun petani karet.
Semua trkait karena dengan pabrik ngolah terus, karyawan semangat karena
preminya banyak. Dengan demikian, ekonomi sekitar juga terlihat bergairah.
Bayangkan, uang beredar di sini dari Unit Tulungbuyut saja lebih dari Rp100
miliar per bulan,” kata dia. (HUMAS PTPN VII)
No comments:
Post a Comment